Kamis, 17 November 2011

"Zaman Saya Tak Ada Prostitusi di Penjara"

Syarifudin S Pane, mantan narapidana penjara Salemba, mengejutkan banyak orang. Pria yang dibui karena memalsukan dokumen visa Amerika Serikat ini, menggambarkan secara jelas berbagai penyimpangan yang terjadi di dalam penjara Salemba.

Mulai dari kamar yang disewa mencapai Rp30 juta, hingga praktik prostitusi menjadi lahan meraup untung para sipir. Tak hanya menggambarkan secara lisan, warga Jalan Pintu 2 TMII, Jakarta ini juga mengabadikan kebobrokan penjara Salemba dengan kamera ponselnya.
Kesenjangan antara tahanan berduit dengan tahanan miskin juga sangat mencolok. Bahkan begitu hinanya napi miskin, makan hanya diberi nasi pera dengan lauk ikan asin.

"Dikasihnya pun dilempar begitu saja seperti memberi makan hewan," kata Syarifuddin saat berbincang dengan VIVAnews.com. Sebaliknya, narapidana koruptor dan mempunyai banyak uang, mereka makan enak. Membeli di restoran yang telah disediakan di dalam penjara.

Ketika menjadi penghuni penjara Salemba, dia menempati ruang Blok K yang khusus dihuni para napi kasus korupsi. Dari mulai pejabat pemerintah sampai pejabat swasta yang tersangkut kasus korupsi.

Menurutnya, untuk menghuni di blok tersebut, napi harus membayar sebesar Rp30 juta. Ditambah uang keamanan, kebersihan dan lain-lainnya kepada oknum sipir penjara. Dengan membayar Rp30 juta, napi pasti mendapat fasilitas seperti, lemari es, televisi, tempat tidur alga, dan dispenser. Selain itu juga ada ruang karaoke. "Setiap saat napi bisa bernyanyi-nyanyi," kata dia.

Bagi Napi yang tidak mampu membayar dengan tarif mahal, pihak rutan juga menyediakan 'paket ekonomis' dengan hanya membayar sebesar Rp3 juta per blok namun dengan fasilitas seadanya.

Selain fasilitas kamar yang mumpuni untuk napi, rutan Salemba, menurut Syarif, juga melegalkan praktik prostitusi di dalam. Bahkan kamar dan PSK disediakan oknum sipir dengan tarif yang bervariasi.

"Kalau perempuannya ada yang didatangkan dari luar, ada yang dari dalam. Semua disediakan oleh oknum sipir," ucap dia.

Kamar yang digunakan untuk praktik prostitusi ini pun disewakan kepada napi, dengan tarif beragam, sesuai dengan fasilitas yang didapat. Untuk kamar dengan fasilitas tempat tidur dihargai per setengah jam Rp500 ribu. Kalau sehari Rp2,5 juta. Yang ingin di toilet per 20 menit dihargai Rp50 ribu.

Selain merekam kegiatan itu, Syarif juga mengabadikan bagaimana para napi bermain judi yang difasilitasi oleh oknum sipir. "Salah satu aktivitas rutinnya bermain judi koprok, itu sudah biasa," ucapnya.

Mendengar adanya kesaksian mantan napi Syarifudin, Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsudin dan Wakilnya, Denny Indrayana pun memanggil si empunya video. Inspeksi mendadak pun langsung dilakukan ke rutan Salemba.

Hasilnya, tidak ditemukan adanya penyimpangan seperti yang dikisahkan dan digambarkan Syarifudin. "Yang seperti dalam rekaman itu tidak terlihat, tidak sampai seperti itu," ujar juru bicara Kemenkumham, Murdianto saat berbincang dengan VIVAnews.com, Rabu 16 November 2011.

Dia mengatakan, rekaman itu diambil pada tahun 2008 lalu. Sehingga, kemungkinan praktik menyimpang itu sudah tidak ada lagi di rutan Salemba.

Menyikapi kesaksian dan hasil rekaman penyimpangan di penjara Salemba ini, mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Andi Matalatta juga angkat bicara. Pasalnya, Andi menjabat pada tahun di mana kisah dan gambar itu diambil. Menurutnya, pada saat dirinya menjabat menteri, tidak ada praktik prostitusi di dalam Lapas.

"Kalau saya, saya larang. Jangankan di Lapas, di luar saja prostitusi dilarang. Tidak ada saat saya jadi menteri," ujar Andi saat berbincang dengan VIVAnews.com, Rabu 16 November 2011. Dia tidak membantah, jika pada praktiknya, ada berbagai penyimpangan di dalam Lapas.
Berikut wawancara VIVAnews.com dengan mantan Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta :

Bagaimana dengan penyimpangan di penjara Salemba?Di Salemba itu over crowded memang. Pada zaman saya baru menjabat dulu, saya mengatakan dulu kayak pasar, banyak penjual-penjual di dalam. Lalu saya tertibkan, tidak ada lagi.

Jualan apa?Macam-macam, jual makanan. Ada jual mie, makanan masak.

Untuk siapa?Mungkin untuk penghuni. Kalau untuk sipir kan tak mungkin, karena itu kan di dalam.

Memangnya jualan di dalam penjara tidak diperbolehkan?Kan merusak. Lapas itu harusnya kondusif, tenang. Kalau lingkungannya crowded, kan penghuninya, para napinya bagaimana. Jadi lingkungannya harus bersih, kondusif. Baik lingkungan fisik maupun lingkungan hubungan antara napi dengan sipir. Itu sudah saya tertibkan waktu saya menjabat.

Video Syarifudin ini dibuat tahun 2008?Tahun 2008 itu sudah bersih itu. Barangkali itu video lama. Sama saja waktu saya diperlihatkan video ada napi makai sabu di dalam. Tapi ternyata, video yang ditunjukkan itu video lama. Saya tidak tahu kalau akhir-akhir ini. 2008 saya lakukan pembenahan.

Tapi kalau di video itu, masih ada pasar-pasar di dalam?Yang pasti, setelah saya tertibkan, pasar-pasar itu sudah tidak ada lagi. Tapi saya tidak tahu setelah itu. Saya tidak perlu melempar kesalahan ke orang lain atau menteri lain.

Waktu Anda tertibkan, siapa yang berjualan?Saya tidak mau tahu soal itu. Yang saya tegaskan saat itu, pasar harus ditertibkan. Siapapun yang berjualan. Tapi tentu atas izin sipir, kalau tidak ada izin mana bisa ada pasar di dalam. Ada yang bilang koperasilah. Macam-macam. Saya bilang ini kan tempat pembinaan. Harus kondusif. Apapun masalahnya, ini sudah ada. Saya tidak mau tahu. Saya tidak mau zaman saya, harus tertib.

Bagaimana cara menertibkannya waktu itu, apakah ada perlawanan?Saya perintahkan saja. Yang penting kan kemauan. Sama dulu saya pernah diwawancarai, ada koruptor lari ke luar negeri dan susah dikembalikan. Tapi zaman saya, David Nusa Wijaya bisa dikembalikan. Wartawan tanya ke saya, kok bapak bisa. Saya bilang karena saya mau. Kalau saya tidak mau, ya tidak kembali. Kita punya aturan, dan perwakilan di luar negeri. Aturan ada kok. Kalau saya tidak mau, tetap saja ada pasar-pasar di situ. Jadi intinya kemauan saja. Karena instrumen untuk menertibkan itu ada.

Nah kalau praktik prostitusi di dalam?Kalau saya, saya larang. Jangankan di lapas, di luar saja prostitusi dilarang. Tidak ada saat saya jadi menteri. Zaman saya tak ada praktik prostitusi

Jadi Anda tahu atau tidak kalau ada praktik prostitusi di Salemba?Kalau saya tahu, saya ambil tindakan. Saya tidak tahu. yang pernah saya telusuri, pernah ada main sabu-sabu. Saya lihat filmnya, saya cek Dirjennya. Dirjennya bilang itu film lama.

Kalau ada ruangan yang ditarif Rp30 juta oleh pihak dalam?Disebut saja namanya. Kalau saya tahu, saya sudah ambil tindakan. Jangankan prostitusi, orang memberikan keringanan saja sudah saya tindak tegas. Dulu terpidana DL Sitorus, banyak korbannya. Kepala Lapasnya saya tindak tegas karena memberi fasilitas mewah.

Anda pernah melakukan sidak saat jadi menteri?Pernah. Nah itu saya tertibkan pasar-pasar, penjual-penjual toko di sana. Pembersihan fisik yah. Saya kan cuma dua setengah tahun. Saya ada satu kali dua kali sidak. Bahkan saya pernah ke sana, ada bayar orang menjenguk. Saya larang itu. Saya pasanglah daerah bebas pungli di penjara. Cuma memang zaman saya sidak, saya tidak bawa-bawa wartawan. Kasihan anak buah saya, diekspos, dipermalukan di depan publik. Itu menurut saya tidak menyelesaikan persoalan. Intinya kan sidak itu harus ada perbaikan. Selain itu, karena saya sidak bukan untuk populer. Beda sama menteri-menteri lain. Saya tidak ingin menjatuhkan anak buah saya di depan publik. Tapi tetap, jika melanggar saya beri sanksi tegas. Selama dua setengah tahun, saya tidak pernah membawa media untuk sidak.
Soal pungli di dalam penjara, pungutan untuk apa saja yang Anda dengar. Betulkah kamar ada tarifnya?Ada yang setor Rp5.000 untuk berkunjung. Saya bilang tidak ada begini-beginian. Zaman saya itu saya minta diumumkan syarat-syarat buat pengunjung. Misalnya saja seperti mengurus paspor, kan ada biaya ini itu. Ongkosnya sekian, lamanya berapa hari. Nah, sama dengan di Lapas, bebas pungutan liar. Bebas berkunjung di Lapas. Kalau dibayar, tolol dia. Pertama, saya katakan beritahu rakyat tentang pelayanan. Makanya saya tulis di Lapas, bebas pungli.

Apa karena gaji sipir terlalu rendah, sehingga sering terjadi penyimpangan?Orang di dalam (napi) itu kan dibatasi, dia tidak punya kebebasan. Di luar bebas, tiba-tiba masuk ke situ kan asing. Apalagi harus bercampur dengan napi-napi lain yang tidak dikenal. Nah pasti ada upaya napi untuk mendapatkan fasilitas. Kalau iman tidak kuat, pasti tergoda. Karena itu, di masa saya menteri, saya minta petugas tidak tidur. Godaan ini banyak, tiap saat datang. Apalagi kalau sudah terjadi turun temurun kan. Mungkin saya sidak sekarang, tapi belum tentu berapa bulan lagi baik. Saya harus terus memantau.

Kenapa di lapas itu sering terjadi penyimpangan?Dari Sabang sampai Merauke, ada penjara. Dan bukan tidak mungkin ada pelanggaran, penyimpangan. Orangnya di dalam penjara kan penjahat, banyak penjahat. Maka itu petugasnya tidak boleh tidur. Saya pernah katakan kepada petugas, Anda ini ibarat guru. Tugas Anda mengajar. Cuma mengajarnya mengajar napi di Lapas. Kalau sekolah muridnya sukarela, membayar, toh ada yang tidak lulus. Nah kalau Lapas ini datang bukan sukarela, pikirannya mau kabur saja, mau apalah. Karena itu, kemampuan petugas napi harus lebih tinggi dari kemampuan guru. Petugas napi mengajar kan pendidikan, kesadaran dan lain sebagainya. Tetapi mereka kan tak dapat gelar, tapi guru yang dapat gelar pahlawan tanpa tanda jasa. Mereka sering dicemoohkan kalau ada masalah di Lapas. Ya saya katakan, Anda harus tetap sabar. Tugas Anda berat. Anda tidak boleh tidur. Karena napi ini setiap menit, setiap detik pikirannya mau kabur, mau apa saja.
Soal gaji sipir yang kecil, apakah jadi faktor penyimpangan?
Orang kan sudah tahu gajinya sekian. Kalau merasa tak bisa jangan jadi sipir. Sama saja seperti wartawan. Kan sudah tahu gaji wartawan kecil, jadi jangan mengeluh soal gaji. Gaji sipir memang rendah. Tapi tidak boleh jadi alasan untuk menyalahgunakan kekuasaan. Kalau ngomong gaji, tidak ada cukupnya.
Kalau ada fasilitas istimewa untuk napi?Ya tidak boleh. Kalau saya tahu, jangankan fasilitas, orang-orang kalau memberikan keringanan saja saya tindak. Puluhan orang yang sudah saya kasih sanksi. Ada yang memberikan fasilitas tertentu, saya tindak  tegas. Seperti kasus DL Sitorus itu. Akhirnya, setiap 2 bulan sekali DL Sitorus itu saya pindahkan lagi. Bisa bahaya kalau tidak.